Akhirnya saya pesan dengan penerbangan yang berbeda dengan anak dan istri. Mereka menggunakan Singapore Airlines sedangkan saya sendiri menggunakan Malaysia Airlines. Waktu keberangkatan beda 1 jam, tapi transitnya jelas beda, mereka transit di Changi sedangkan saya transit di Kuala Lumpur. Untungnya jam kedatangan di Narita cuma berbeda 10 menit, walaupun terminal kedatangan berbeda, bisalah nanti saling cari di sana, karena kebetulan HP saya dan istri sudah 3G. Lumayan mahal sih,1 kali sms dikenakan biaya sekitar 5000 rupiah.
Karena ijin yang diberikan bos tidak lama, maka rencananya saya di sana cuma 1 minggu. Lumayanlah buat lihat-lihat tempat sambil bernostalgia. Terakhir saya berkunjung ke sana adalah 10 tahun yang lalu. Sudah pasti banyak sekali perubahan yang terjadi.
Saya juga menyempatkan waktu untuk mengunjungi tempat kos-kos an waktu kuliah dulu, dan ternyata masih ada dan sama sekali tidak ada yang berubah baik dari kondisi bangunannya (yang semakin bertambah tua), warna cat dan tempat "ofuro" (mandi) nya juga masih seperti yang dulu.
Tadinya saya pikir di negara maju seperti Jepang akan sangat mudah menemukan tempat-tempat yang menyediakan fasilitas Hot Spot Wifi untuk koneksi internet, karena kalau kita lihat di Jakarta saja, di setiap mal, pusat perbelanjaan, cafe, fitnes center, hotel dan masih banyak tempat lagi pasti ada fasilitas free hotspot. Namun kenyataannya yang saya temukan di sana, bisa dibilang tidak ada. Kalaupun ada ya harus bayar. Jadi di ponsel HP Nokia E71 saya terdeteksi ada koneksi wifi. cuma ketika mencoba browsing, semuanya minta pin/key. Hal itu sudah saya rasakan ketika sejak sampai di Narita. Di bandara Narita, koneksi wifi ada tapi harus bayar. Sepertinya memang di sana semuanya sudah dijadikan ladang bisnis...
Saya juga sempat mencoba Internet Cafe. Lumayan mahal, 30 menit pertama 200 yen (= Rp.20.000), dan per 15 menit berikutnya 70 yen (= Rp.7000). Coba bandingkan saja dengan warnet di sekitar kita. Tapi memang fasilitasnya juga memadai. Mau sambil baca komik, buuaanyak banget. Mau minum jus, minuman ringan, kopi atau teh bebas (sekenyangnya). Kecuali makanan tidak diperbolehkan.
Setelah putar sana sini, ternyata internet cafe yang saya datangi pertama kali itu memang termasuk yang "berkelas", karena ada juga warnet biasa (tanpa fasilitas lain), yang 30 menit pertamanya 100 yen dan per 15 menit berikutnya 60 yen. Tapi tetap saja jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan di Indonesia. Kalau mengenai kecepatan koneksi, jangan ditanya. Maknyusss... Saya memang tidak mengecek angka parameter yang muncul atau bertanya ke orang di sana. Tapi yang saya rasakan akses ke website sangat lancar sekali.
Mungkin sementara ini, itu dulu saja sharing pengalaman saya waktu ke negeri sakura. Nanti kalau sempat, akan saya postingkan lagi.
10 comments